Pukul 13:30 WIB ketika kulihat kembali jam digital merah yang melingkar di tangan kiriku. Kembali leherku menoleh ke arah kanan, mencari dan menunggu kedatangan bus Agra Mas yang akan menghantarkan raga ini menuju Kota Bogor.
Lelah sudah menjalar sejak dini hari tadi, diharuskan bangun sedini itu untuk segera bergegas menuju Tanggerang Selatan dari kabupaten Sukabumi tempat aku dibesarkan. Dengan sedikit tergesa-gesa dan kantuk yang masih meradang tetap kulangkahkan kaki dengan sejuta harap dan keyakinan yang ditanam dalam jiwa. Hari ini aku akan mengikuti test Ujian Saring Mauk STAN.
Bukan merendahkan atau menyepelekan USM kalin ini, tapi baru saja dua hari yang lalu berhadapan dengan SNMPTN tentu sajah membuat mataku lumayan pening menghadapinya.
13:43 WIB tedengar dering panggilan masuk di selularku. Disana tertulis "Bapa^^" memanggil. Segera ku angkat
"Assalamualaikum pa...."
"Wa'alaikumussalam, sekarang dimana Ci? Udah nyampe mana?"
"Hm... ini daerah apa ya? Gak tau pa, ini tempat biasanya nunggu bus buat ke Bogor pake Agra kalau biasanya Ci sama A Dede. Kalau ada ke Sukabumi langsung, tapi kalau gak ya ke Bogor dulu nanti pake L 300 ke Cibadak. Kenapa Pa?"
"Kalau pulang masih siang bapa gak bisa jemput, masih ada kerjaan di proyek, tapi nanti bapa usahakan. Atau Ci tunggu sampe malem aja di Cibadak, nanti Bapa jemput. Tapi yang jelas, nanti setelah sampai Ciawi, kasih tau Bapa ya!"
"Iya Pa, eh busnya udah ada Pa, udah dulu ya. Assalamu'alaikum.."
Bus datang segera merapat ke pinggir jalan mendekati trotoar, ketika terbuka pintu bus belakang. Ough,,, penuh! Harus bagaimana lagi menunggu sedari tadi dan sekarang yang ada di hadapan tak mungkin dilewatkan lagi, hari semakin terik, dan rasanya tak ingin menunda lagi untuk segera bergegas sebelum malam datang dan jalanan nanti macet total dipenuhi arus balik dari Puncak menuju Ibu Kota.
Segera menaiki anak tangga dan tercekak karena tak bergerak lagi, kaki ini terhenti di anak tangga kedua dari atas. sambil sedikit menerawang kesudut bus, dan terlihat hampir seluruh penumpang merupakan anak muda seusiaku. Sedikit menebak, sepertinya mereka pun sama sepertiku yang baru saja mengikuti test USM STAN kuota Kota Jakarta. Tebakan ini mudah saja, rambut mereka yang lumayan tebal dan lebat tak tersisir rapi dan sedikit terkesan awut-awutan seolah menjadi tanda kebanyakan anak remaja masa kini.
Beberapa detik kemudian seorang yang memiliki kulit putih dan mengenakan kawat gigi berwarna hijau tersenyum dengan wajah yang ramah dan sangat bersahabat sambil berdiri dia katakan,
"Mau duduk Mbak? Silakan.." wajahnya yang ramah kembali tersenyum.
Dengan sedikit kaget dan terkagum atas kebaikannya aku balik bertanya,
"Owh, terimakasih... serius ni?"
"Iya sok aja"
"Makasih....." sedikit senyum atas bahagia dan karena ternyata masih ada seorang muda yang mau berbaik hati kepadaku ditengah kondisi yang melelahkan, ini sungguh terasa luar biasa.
Sesaat terdengar olok-olokan kawanan pemuda ini, dengan berkata hal-hal yang dapat mebuatku malu dan jengkel bersamaan. Tapi ucap syukur ini terus berulang tanpa terhenti.
Beberapa saat kemudian Agra Mas segera meluncur meninggalkan halte bus yang masih dipenuhi calon penumpang yang tidak terangkut kedalam bus.
Sepanjang pejalanan yang melelahkan ini, rasanya ingin kupejamkan mata meski hanya sesaat, namun kondisi tak mendukungku. Posisi tempatku duduk berada tepat di jok paling belakang bus, dengan kondisi diapit oleh dua orang teman dari pemuda ramah tadi yang sekarang ini sedang bergantung dihadapanku. Terlihat wajah lelah hampir disetiap wajah penumpang, tanpa kecuali si pemuda tadi.
Sesaat kemudian Agra Mas sudah memasuki tol yang akan dengan cepat mengantarkan penumpang menuju Terminal Baranangsiang Bogor. Wajah lelah dan ngantuk tetap bersarang di muka ku. Dengan sedikit mencuri pandangan, kulihat pemuda tadi seperti berhasrat yang sama sepertiku 'ingin memejamkan mata' namun kondisinya yang bergantung di Agra Mas tak memungkinkan hal itu. Terkadang ia memejamkan matanya dengan tetap berpegangan pada Agra Mas dan tak lama matanya kembali terbuka untuk membaca pesan singkat yang masuk ke ponselnya kemudian membalas pesan tadi dan kembali berusaha terpejam dalam kondisi tergantung.
Sempat terfikir unuk kembali menawarinya duduk dan mungkin bergantian untuk beberapa saat, tapi kekakuanku membuat semua ingin tadi tak sempat terucap dan hanya menyisakan sebuah pandangan yang tak berarti apa-apa.
Agra Mas melaju lebih cepat dari sebelumnya. Dan kali ini bahu kiriku terasa agak berat, sejurus kutengok dan ternyata seorang dari kawanan pemuda ini sedang menelusuri alam bawah sadarnya, perawakannya yang tinggi besar membuat aku berkali-kali seolah membetulkan posisi duduk agar ia dengan tak sadar pula menggeser badannya dan agar tak bertumpu di pundakku.
Kucoba berkali-kali, dan berhasil dan kembali ke posisi semula. Pemuda yang duduk di sebalah kiriku ini cukup menggangguku dengan kondisinya kini. Tak biasa menjadi tempat bersandar seorang pria dan masih sangat asing membuatku berada pada kondisi sungguh tidak nyaman. Ingin rasanya tol Ciawi ini segera berakhir, atau sebuah pikiran jahatpun sempat muncul di otakku untuk berdiri tiba-tiba dan membiarkannya terbangun setelah tersungkur dari tempat duduknya ini.
Agra Mas melaju dengan kecepatan konstan, hal ini tentu membuatku merasa lebih lama berada dalam kondisi tidak nyaman. Rasa lelah, ngantuk dan ingin terpejam yang sedari tadi meradang, semuanya seolah tertahan dengan sempurna. Seluruh situasi ini mendukungku untuk tetap terjaga dan tak terpejam walau hanya satu menit.
Sempat terfikir olehku untuk berkenalan dengan seoarang muda yang bergantung tepat dihadapanku ini. Tapi dasar memang tidak terbiasa rasanya mulut ini tetap kaku, padahal tanpa disengaja beberapa kali pandangan kami saling beradu. Tapi tidak, ini bukan yang sering orang ceritakan dalam kisah cerpen yang banyak kubaca.
Tak lama setelah itu Agra Mas keluar dari tol Ciawi, dan segera mengantarkan kami para penumpang untuk berhenti dan menurunkan kami diluar terminal. Hari ini lelah, sungguh lelah, terlebih setelah menuruini Agra Mas aku harus segera mencari tumpangan menuju Sukabumi tercinta.
Parjalanan Agra Mas kali ini boleh untuk tidak kulupakan, atas alasan tempat duduk yang secara tiba-tiba menghampiriku, dan pandangan yang sering beradu tanpa di akhiri oleh sebuah perkenalan sekalipun dan hanya menyisakan senyuman atas segala nikmat yang ada.
^^
Lelah sudah menjalar sejak dini hari tadi, diharuskan bangun sedini itu untuk segera bergegas menuju Tanggerang Selatan dari kabupaten Sukabumi tempat aku dibesarkan. Dengan sedikit tergesa-gesa dan kantuk yang masih meradang tetap kulangkahkan kaki dengan sejuta harap dan keyakinan yang ditanam dalam jiwa. Hari ini aku akan mengikuti test Ujian Saring Mauk STAN.
Bukan merendahkan atau menyepelekan USM kalin ini, tapi baru saja dua hari yang lalu berhadapan dengan SNMPTN tentu sajah membuat mataku lumayan pening menghadapinya.
13:43 WIB tedengar dering panggilan masuk di selularku. Disana tertulis "Bapa^^" memanggil. Segera ku angkat
"Assalamualaikum pa...."
"Wa'alaikumussalam, sekarang dimana Ci? Udah nyampe mana?"
"Hm... ini daerah apa ya? Gak tau pa, ini tempat biasanya nunggu bus buat ke Bogor pake Agra kalau biasanya Ci sama A Dede. Kalau ada ke Sukabumi langsung, tapi kalau gak ya ke Bogor dulu nanti pake L 300 ke Cibadak. Kenapa Pa?"
"Kalau pulang masih siang bapa gak bisa jemput, masih ada kerjaan di proyek, tapi nanti bapa usahakan. Atau Ci tunggu sampe malem aja di Cibadak, nanti Bapa jemput. Tapi yang jelas, nanti setelah sampai Ciawi, kasih tau Bapa ya!"
"Iya Pa, eh busnya udah ada Pa, udah dulu ya. Assalamu'alaikum.."
Bus datang segera merapat ke pinggir jalan mendekati trotoar, ketika terbuka pintu bus belakang. Ough,,, penuh! Harus bagaimana lagi menunggu sedari tadi dan sekarang yang ada di hadapan tak mungkin dilewatkan lagi, hari semakin terik, dan rasanya tak ingin menunda lagi untuk segera bergegas sebelum malam datang dan jalanan nanti macet total dipenuhi arus balik dari Puncak menuju Ibu Kota.
Segera menaiki anak tangga dan tercekak karena tak bergerak lagi, kaki ini terhenti di anak tangga kedua dari atas. sambil sedikit menerawang kesudut bus, dan terlihat hampir seluruh penumpang merupakan anak muda seusiaku. Sedikit menebak, sepertinya mereka pun sama sepertiku yang baru saja mengikuti test USM STAN kuota Kota Jakarta. Tebakan ini mudah saja, rambut mereka yang lumayan tebal dan lebat tak tersisir rapi dan sedikit terkesan awut-awutan seolah menjadi tanda kebanyakan anak remaja masa kini.
Beberapa detik kemudian seorang yang memiliki kulit putih dan mengenakan kawat gigi berwarna hijau tersenyum dengan wajah yang ramah dan sangat bersahabat sambil berdiri dia katakan,
"Mau duduk Mbak? Silakan.." wajahnya yang ramah kembali tersenyum.
Dengan sedikit kaget dan terkagum atas kebaikannya aku balik bertanya,
"Owh, terimakasih... serius ni?"
"Iya sok aja"
"Makasih....." sedikit senyum atas bahagia dan karena ternyata masih ada seorang muda yang mau berbaik hati kepadaku ditengah kondisi yang melelahkan, ini sungguh terasa luar biasa.
Sesaat terdengar olok-olokan kawanan pemuda ini, dengan berkata hal-hal yang dapat mebuatku malu dan jengkel bersamaan. Tapi ucap syukur ini terus berulang tanpa terhenti.
Beberapa saat kemudian Agra Mas segera meluncur meninggalkan halte bus yang masih dipenuhi calon penumpang yang tidak terangkut kedalam bus.
Sepanjang pejalanan yang melelahkan ini, rasanya ingin kupejamkan mata meski hanya sesaat, namun kondisi tak mendukungku. Posisi tempatku duduk berada tepat di jok paling belakang bus, dengan kondisi diapit oleh dua orang teman dari pemuda ramah tadi yang sekarang ini sedang bergantung dihadapanku. Terlihat wajah lelah hampir disetiap wajah penumpang, tanpa kecuali si pemuda tadi.
Sesaat kemudian Agra Mas sudah memasuki tol yang akan dengan cepat mengantarkan penumpang menuju Terminal Baranangsiang Bogor. Wajah lelah dan ngantuk tetap bersarang di muka ku. Dengan sedikit mencuri pandangan, kulihat pemuda tadi seperti berhasrat yang sama sepertiku 'ingin memejamkan mata' namun kondisinya yang bergantung di Agra Mas tak memungkinkan hal itu. Terkadang ia memejamkan matanya dengan tetap berpegangan pada Agra Mas dan tak lama matanya kembali terbuka untuk membaca pesan singkat yang masuk ke ponselnya kemudian membalas pesan tadi dan kembali berusaha terpejam dalam kondisi tergantung.
Sempat terfikir unuk kembali menawarinya duduk dan mungkin bergantian untuk beberapa saat, tapi kekakuanku membuat semua ingin tadi tak sempat terucap dan hanya menyisakan sebuah pandangan yang tak berarti apa-apa.
Agra Mas melaju lebih cepat dari sebelumnya. Dan kali ini bahu kiriku terasa agak berat, sejurus kutengok dan ternyata seorang dari kawanan pemuda ini sedang menelusuri alam bawah sadarnya, perawakannya yang tinggi besar membuat aku berkali-kali seolah membetulkan posisi duduk agar ia dengan tak sadar pula menggeser badannya dan agar tak bertumpu di pundakku.
Kucoba berkali-kali, dan berhasil dan kembali ke posisi semula. Pemuda yang duduk di sebalah kiriku ini cukup menggangguku dengan kondisinya kini. Tak biasa menjadi tempat bersandar seorang pria dan masih sangat asing membuatku berada pada kondisi sungguh tidak nyaman. Ingin rasanya tol Ciawi ini segera berakhir, atau sebuah pikiran jahatpun sempat muncul di otakku untuk berdiri tiba-tiba dan membiarkannya terbangun setelah tersungkur dari tempat duduknya ini.
Agra Mas melaju dengan kecepatan konstan, hal ini tentu membuatku merasa lebih lama berada dalam kondisi tidak nyaman. Rasa lelah, ngantuk dan ingin terpejam yang sedari tadi meradang, semuanya seolah tertahan dengan sempurna. Seluruh situasi ini mendukungku untuk tetap terjaga dan tak terpejam walau hanya satu menit.
Sempat terfikir olehku untuk berkenalan dengan seoarang muda yang bergantung tepat dihadapanku ini. Tapi dasar memang tidak terbiasa rasanya mulut ini tetap kaku, padahal tanpa disengaja beberapa kali pandangan kami saling beradu. Tapi tidak, ini bukan yang sering orang ceritakan dalam kisah cerpen yang banyak kubaca.
Tak lama setelah itu Agra Mas keluar dari tol Ciawi, dan segera mengantarkan kami para penumpang untuk berhenti dan menurunkan kami diluar terminal. Hari ini lelah, sungguh lelah, terlebih setelah menuruini Agra Mas aku harus segera mencari tumpangan menuju Sukabumi tercinta.
Parjalanan Agra Mas kali ini boleh untuk tidak kulupakan, atas alasan tempat duduk yang secara tiba-tiba menghampiriku, dan pandangan yang sering beradu tanpa di akhiri oleh sebuah perkenalan sekalipun dan hanya menyisakan senyuman atas segala nikmat yang ada.
^^